1997, Elang Botak di Puncak Rinjani

Berawal dari ajakan temen ex- Pramuka SMP untuk maen ke temennya di Mataram sambil naek Rinjani. Informasipun digali untuk bertualang dipulau Lombok. Ternyata Temen seangkatan V, Basuki dan adventure timnya berencana ke Mahameru,Jatim.


Jadi Bulan Juli 1997 waktu itu arah pendakian BY dibagi dua ,timur dan barat Bali.Sedangkan Bendera organisasi yang hendak dikibarkan di puncak ada cuman satu( sampe sekarang). Kebetulan Bendera abis suatu kegiatan nangkring di rumahku, ( waktu itu kita belum punya tempat tetap untuk penitipan alat/perlengkapan). Malam sebelum keberangkatan tim Mahameru aku bantu mereka Packing tanpa bendera organisasi menyertai dalam carrier yang sesak dengan logistik.


Beberapa hari sebelum keberangkatan ke Lombok Aku hubungi temen, dan dia mengundurkan diri oleh sebuah alasan. Akhirnya kuputuskan berangkat sendiri, karena janji dan tekad bendera BY harus nancep di Rinjani. Dengan perbekalan dalam carrier dan informasi seadanya aku mulai perjalanan dari terminal batubulan menuju padangbai. terkatung -katung di selat lombok selama 6 jam-molor 2 jam dari tempuh normal, mengakibatkan aku akan kemalaman mendarat di pulau yang belum pernah aku injaki. serem juga rasanya waktu itu mendengar image pulau lombok dengan karakter orangnya yg rada keras.


Ada orang Bali, sekapal…mengajakku bermalam dirumah kenalannya di mataram, mengetahui aku seorang diri.Malam itu kita dijamu dan diantar keesokannya ke terminal bis menuju kaki gunung Rinjani. Oleh saran tuan rumah Akhirnya kuputuskan lewat jalur Senaru bukannya Sembalun yang banyak percabangan di medan sabananya. Alhasil Aku tidak menemui teman bareng naek..karena umumnya pendaki domestik turun pada jalur ini. hanya Bule yang mendaki lewat jalur Hutan tropis yang tanpa discount ini.


Kuenceng terus…selama 8 jam akhinya aku kemalaman di hutan setelah sebelumnya berpapasan dg beberapa pendaki yang menyatakan pendakianku masih sangat jauh…bayanganku meleset sangat jauh ternyata. Welcome to the jungle…dan aku harus terapkan trik menghemat logistik.sial.


Ternyata kawanan monyet mendekatiku..yang lagi duduk kelelahan.Dengan perasaan takut sampe ubun-ubun, aku hentak mereka dan berjalan sekencengnya hingga kuhampiri api unggun Tim jakarta. Nasi sepanci dan tempe yang disisakan porter cukup membuat tidurku nyaman di aura api unggun bersama porter2 itu.


Paginya kulewati 3 jam sabana kering sebelum menapak di pelawangan Senaru( pinggiran kaldera, sebelum menuruni tebing terjal menuju Danau segara anakan ) Kamera ternyata belumbisa kompromi dengan suguhan bentangan pesona Rinjani. kukorbankan dokumentasi sebelumnya asal selanjutnya kamera bisa dipake.(film nyangkut). Sore hari tiba di perkampungan tenda2 pendaki di pinggir danau…wahh malam ini akan terasa istimewa. mandi kolam air panas…dimasakin…ikan bakar dan api unggun dengan pendaki2 dari berbagai penjuru nusantara. “Perjalanan Kau masih jauh” kata orang Pataga “kamu langsung turun sesampai pelawangan sembalun. gak usah kepuncak, dari kemarin badai tuh”
when nature threatened you, powerless…
it gives you the strenght instead, for the next step
then it’s your decision to take it or not

…Dari dalam tenda dome berbingkai jendela menatap refleksi biru danau oleh langit yang dibatasi dinding kaldera bergerigi puncak-puncak rendah kecoklatan. Gunung Baru kehitaman menjadi ornamen diujung kiri dan lumut kerak membatasinya dengan danau. hutan pinus melandai diujung kanan danau. Pagi yang cerah, dingin kabut tipis SegaraAnakan menyatu dalam uap panas belerang aliran KokokPutih.

Dibentuk menjadi kolam-kolam kecil berbeda tingkat panasnya ( dari yang hangat2 kuku sampai mendidih). Hijau air kolam kontras dengan perkampungan sementara penduduk local yang berobat. mereka ada yang sampai berbulan2 disini dengan karung beras dan ayam ikatan bawaan. bercengkrama dalam Bivak kayu dan dedaunan sampai terpal bekas dan plastik berbaur dalam kepulan asap perapian menjadi suatu interaksi sosial menarik. tapi awas melewati batas luar daerah ini…Ranjau darat bertebaran.

Perjalanan menuju pelawangan sembalun dari camp danau melewati sabana dan hutan pinus berangsur-2angsur tanjakan dinding kaldera berliku-liku…Sendiri dalam lelah dan pasrah…panas dan dingin berganti-ganti. Devi Anjani sang penguasa, hanya itu aku tau dari gunung ini…setapak-setapak harapan itu memuncak di dataran puncak kaldera…Pelawangan…ya di pintu itulah keputusan untuk menuju jalan puncak.

Sore itu di Base Camp Pelawangan Sembalun, jumpa dengan Ikatan Siswa Penjelajah Alam Bekasi, INSWAPALA. Nikmati suasana sunset bersama dalam riang cengkarama…fantastic…dan kilatan blitz perpacu dari beberapa camp tetangga mencoba mengabadikan.

Malam yang singkat, lewat tengah malam kita beriringan melewati lereng berdebu sebelum menapaki igir pasir. Dingin menggigit unjung jari kaki berpalu dengan medan koral yang merosot dan pandangan tipuan puncak harapan cukup memukul semangat dan emosi.

Semua itu hanyut dalam leleran air mata dan haru ketika menggapai dataran 3762mdpl. Darah dari pecahan bibir,pelukan erat kebersamaan dan ucapan syukur merupakan pemandangan yang hanya bisa dilihat di puncak kedinginan.

Akhirnya Elang Botak, Bendera Sispala Bhuana Yasa terbentangkan di puncak dalam suhu yang mulai menghangat.Tercapai sudah janji, dan badai itu hanya sebuah kemungkinan…yang belum tentu kita temui. Dengan tekad, Doa dan keyakian… sisanya serahkan.

Dikejauhan horizon berlawanan, menyembul Agung yang mungil di barat, dan Tambora yang lebar-tumpul di sebelah timur. Biru danau dan kawah kecil gunung Barujari menganga mempesona. Gunung ini mengakar hampir 5/6 pulau lombok ternyata..bayangkan..!!

Terlena di Puncak, ternyata sudah jam 11 siang dan angin belum juga kencang…thanks god, akhirnya kita berlompatan kegirangan turun menuju basecamp. Jadwal yang mepet mengharuskanku menuju desa sembalun hari ini juga sendirian. Turunan terjal di Cemoro Sewu berakhir di medan sabana yang luas. Beruntung hari itu sore, tidak terlalu menyengat..dan bulan masih menyisakan sinar ketika masih berjalan di ujung sabana sudah gelap .

Bertanya dan numpang angkutan sayur malam itu juga ke kota Mataram…sesekali terlelap
tidur. Ternyata sang tuan Rumah di kota masih bisa membukakan pintu tengah malam itu. Keesokannya bertolak ke Bali dengan kenangan kejadian indah yang begitu cepat..

SEKIAN

NB : tercatat tim yang sudah menapaki Rinjani: angkatan VI,VIII (atenk), X (oryza), XII (dwi girank-alit ) …who is next.. mungkin Angkatan XIV, he..he…jadikan dia genap selalu.
sebuah keindahan untuk dibagi. hope u feel it too..someday.

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *